Sabtu, 14 Agustus 2010

Mengapa Harus seorang Presiden?

Pemilu presiden telah didepan mata. Jika tidak ada aral melintang pesta demokrasi kedua di republik ini akan segera berlangsung pada awal bulan Juli nanti. KPU telah memberikan suatu signal positif untuk menyatakan bahwa pesta lima tahunan ini akan segera diselenggarakan. Berbagai macam persiapan telah dimulai, baik dari pusat sendiri maupun sampai ke pelosok desa. Dan diharapkan pesta ini akan mampu memberikan suatu kemeriahan dan suka cita masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya.

“Belajar dari sebuah pengalaman”, itulah prinsip kerja KPU saat ini. Dengan adanya angka golput yang cukup tinggi dan kesremawutan sistem DPT, menjadi sebuah modal dasar bagi KPU untuk memulai kinerja mereka pada session kedua ini. Mereka berharap besar bahwa apa yang telah terjadi pada pileg kemarin menjadi sebuah pengalaman untuk menggapai pemilihan umum yang lebih baik lagi.

Jika dilihat dari segi persiapannya, kali ini KPU benar-benar tak mau kecolongan lagi. Mulai dari perbaikan sistem pendaftaraan DPS, sosialisasi pada masyarakat luas, hingga pemilihan petugas tiap TPS. Dan semua persiapan ini diharapkan untuk menyukseskan program pemerintah lima tahunan ini.



Pemilu presiden yang akan berlangsung pada awal Juli nanti diharapkan akan memberikan suatu dampak luar biasa bagi perkembangan lima tahun mendatang. Seorang pemimpin akan terlahir dari proses demokraasi di negeri ini. Pemimpin yang diharapkan akan memberikan suatu perubahan positif bagi masyarakat. Membuka banyak lowongan pekerjaan, memperbaiki sistem kerja pemerintah, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Dan pada akhirnya akan memberikan manfaat positif bagi seluruh warga dan masyarakat Indonesia. Pemimpin ini akan terlahir dari seseorang yang biasa disebut presiden.

Berbagai macam partai saling berkoalisi untuk berebutan menjadi orang terpopuler di negara ini.Semuanya saling berkelompok dan bersatu untuk saling memberikan dukungan kepada seseorang menjadi capres dan cawapres. Jika menilik dari sudut pandang kepentingan, maka ini mencerminkan mulai tumbuh dan beragamnya asumsi sebuah partai politik tentang seseorang calon pemimpin bangsa.

Alhasil, muncullah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang siap bertanding untuk memperebutkan diri menjadi orang terpopuler di republik ini. Mereka siap mengajukan misi dan visi mereka untuk menarik masyarakat luas demi memperoleh jalan menuju istana kepresidenan. Berbagai macam pola pemikiran dan kreativitas briliant mulai disampaikan untuk memberikan yang terbaik di negeri ini.

Bak seorang selebritis, para capres dan cawapres ini mulai terkenal di negeri tercinta ini. Wajah mereka sering menghiasi layar kaca, plakat-plakat, iklan kampanye dsb. Slogan-slogan mereka muncul dan hadir hingga pelosok daerah. Mungkin inilah cara efektif mereka untuk memperkenalkan diri mereka pada kaum masyarakat awam.

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa seorang presiden bak mutiara yang tersimpan dalam indahnya kepingan kerang. Mereka mampu membawa layar perubahan bagi suatu bangsa untuk menuju suatu kondisi kehidupan. Walaupun dia tak bekerja seorang diri, namun sosok seorang presiden akan memberikan suatu angin besar, dengan harapan memberikan hal yang terbaik bagi bangsa ini.

Seorang presiden adalah sosok yang paling dihormati di negeri ini. Dia seharusnya adalah seseorang dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi, dan rasa tanggung jawab besar. Mampu mengendalikan seluruh segi kehidupan bangsa, baik dalam negeri maupun luar negeri. Bagaikan sebuah kapal layar, presiden adalah sesosok nahkoda yang memimpin kemana arah dan tujuan kapal tersebut berlayar. Dia harus mampu mengendalikan dirinya sendiri dan seluruh awak kapalnya untuk melakukan sebuah perjuangan panjang menerobos badai.

Namun jika kita lebih cermat lagi memperhatikan sistem demokrasi di negeri ini. Maka akan nampak suatu pola sikap yang justru condong pada perpecahan bangsa. Hal ini secara tidak sadar telah membentuk suatu klan-klan tertentu dalam sistem pemerintahan kita. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya 34 partai nasional dan 4 partai lokal yang bertanding pada pemilu legislatif sebelumnya. Jika kita lebih berpikir cermat lagi, maka banyaknya jumlah partai peserta pemilu ini mencerminkan masih adanya sikap individualisme dalam persatuan bangsa. Dan lama kelamaan akan menggerogoti rasa nasionalisme.

Beragam jenis partai yang bermunculan ini secara tidak kita sadari telah diboncengi dengan visi dan misi individualisme. Dan jika hal ini terus dibiarkan, maka tak dapat dipungkiri lagi maka perpecahan antar etnis individualis ini akan semakin terjadi.


Hal yang jelas telihat benar pada pemilu legislatif April lalu. Para calon wakil rakyat berlomba-lomba menjual diri mereka untuk mendapatkan kursi di Senayan. Ratusan bahkan ribuan orang bermimpi duduk dalam kursi dewan ini. Dan menjadi sebuah tragedi memilukan ketika hasil pemilu diumumkan. Ratusan calon gagal duduk dalam kursi ini. Bagi mereka yang telah berniat tulus ikhlas akan mampu menerima hasil ini dengan cukup wajar. Namun jika seorang calon wakil rakyat bohongan, maka akan terlihat benar wajah-wajah busuk mereka. Banyak diantara mereka yang menjadi stress, gila bahkan sampai bunuh diri karena kekayaan mereka telah terkuras untuk kampanye. Suatu hal yang sangat disayangkan terjadi di tengah-tengah perkembangan sistem demokrasi kita.

Dan, sebentar lagi sistem pemilu presiden siap diselenggarakan. Sebuah pencitraan diri dari pesta demokrasi ini akan menentukan siapakah calon yang cocok memimpin negeri ini. Akan terlihat suatu konsep yang luar biasa, dimana kita akan tahu calon yang benar-benar sesuai dan calon yang hanya mementingkan diri mereka sendiri.

Jika kita mampu berpikir lebih kreatif, maka kita akan tahu bahwa masing-masing dari diri kita adalah sosok yang siap bersaing memberikan suatu perubahan. Memberikan suatu perubahan mendasar menuju hal yang lebih baik dari sebelumnya. Tidak perlu suatu program yang muluk-muluk karena setidaknya masing-masing dari diri kita adalah sosok pembawa perubahan bagi diri kita sendiri.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah surat Al-quran (Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak berusaha merubah basibnya sendiri). Dari hal ini pun bisa kita ambil hikmah bahwa masing-masing dari diri kita adalah agen perubahan. Agen yang akan siap menghantarkan diri menuju gerbang kesuksesan. Lalu bagaimana dengan seorang presiden?

Presiden hanyalah koordinator kerja yang akan memimpin langkah kerja pemerintah. Dalam hal ini presiden adalah seseorang yang dipilih untuk memikirkan pola kerja pemerintah. Dia juga seorang manusia biasa yang harus berpikir keras untuk menghasilkan sebuah terobosan baru dalam mengatur kinerja timya. Bersama wakil presiden, menteri dan anggota dewan, seorang presiden haruslah mampu bekerja sama menghasilkan sebuah rancangan progran. Dan pada akhirnya semua hasil ini diharapkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat luas.

Dan menjadi suatu pembodohan masal jika pada pemilu presiden mendatang setiap pemilih membebankan perubahan ini hanya pada seorang presiden semata. Sebuah kesalahan persepsi jika kita masih menganggap bahwa presiden bak seorang malaikat pembawa rezeki. Memilih-milih para calon dengan mempertimbangkan faktor keberuntungannya jika dia terpilih menjadi sang pemimpin.

Seorang pemilih yang baik haruslah memikirkan matang-matang pilihan pemimpinya. Menimbang-nimbang pilihannya yang dirasakan menjadi sosok dapat dipercaya,mampu mengelola tim dengan baik, dan mempunyai pemikiran kreatif dalam memikirkan jalan kehidupan pemerintahan yang dikelolanya. Karena pada akhirnya, semua ini akan dikembalikan dan dirasakan oleh masyarakat luas.

Setiap diri kita adalah agen perubahan, setidaknya bagi diri kita masing-masing. Lalu, mengapa harus seorang presiden? Jika kita lebih bepikir kritis, maka masing-masing dari kita akan bisa memberikan suatu sumbangan perubahan baru. Misalkan setiap satu orang telah mampu membawa perubahan lebih baik, maka tak bisa dipungkiri lagi jika masa depan Indonesia akan menjadi lebih indah dan cemerlang.

0 komentar:

Posting Komentar