Jumat, 27 Agustus 2010

Antara sabar dan syukur

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.

Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”“

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.

Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.

Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.

Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.

Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[2]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.

Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah

}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)

“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”

[1] Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5)

[2] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang binatang

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.

Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”“

Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.

Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”

Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.

Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.

Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.

Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.

Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.

Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.

Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[2]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.

Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.

Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah

}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)

“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”

[1] Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5)

[2] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang binatang

Seputar islam


Larangan Meniup Makanan dan Minuman Panas

Seringkali kita melihat, seorang Ibu ketika menyuapi anaknya makanan yang masih panas, dia meniup makanannya lalu disuapkan ke anaknya. Bukan cuma itu, bahkan orang dewasa pun ketika minum teh atau kopi panas, sering kita lihat, dia meniup minuman panas itu lalu meminumnya. Benarkan cara demikian?
Cara demikian tidaklah dibenarkan dalam Islam, kita dilarang meniup makanan atau minuman.
Sebagaimana dalam Hadits Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Awalnya saya tidak mengetahui hikmahnya, bagi saya pribadi, ketika datang hadits pada saya mengenai suatu hal, maka semampunya coba saya lakukan, walaupun saya belum tahu hikmahnya, dan sebenarnya memang tidak harus tahu.
Begitu juga ketika saya pertama kali mendengar hadits ini, saya hanya berusaha mengamalkan saja, bahwa kita dilarang meniup makanan atau minuman, itu juga yang saya lakukan kepada anak saya.
Dan alhamdulillah ketika tadi coba browse ke internet, ternyata dari salah satu milis kimia di Indonesia, ada yang menjelaskan secara teori bahwa:
Apabila kita hembus napas pada minuman, kita akan mengeluarkan CO2 yaitu carbon dioxide, yang apabila bercampur dengan air H20, akan menjadi H2CO3, yaitu sama dengan cuka, menyebabkan minuman itu menjadi acidic, dan saya ingat juga bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita ketika minum seteguk demi seteguk, jangan langsung satu gelas sambil bernapas di dalam gelas, hal ini juga dilarang, ternyata saya baru tahu sekarang hikmahnya, bahwa ketika kita minum langsung banyak, maka ada kemungkinan kita akan bernapas di dalam gelas, yang akan menyebabkan reaksi kimia seperti di atas.
***
Namun pernyataan ini sebenarnya perlu dipertanyakan kebenarannya, karena :
  1. Reaksi antara CO2 dan H2O hanya terjadi pada suhu dan tekanan tinggi. CO2 dapat larut dalam air dalam tekanan tinggi, membentuk H2CO3. pada 25 derajat celcius, Kc = 1.70 x 10-3.
  2. Untuk mencapai keseimbangan, reaksi antara CO2 dan H2O membutuhkan katalisator. Kalau tidak ada katalisator, reaksi ini akan berjalan lambat.
  3. H2CO3 merupakan asam lemah.
Refesensi :
http://groups.yahoo.com/group/Bayi-Kita/message/10218
http://en.wikipedia.org/wiki/H2CO3
***
Yang di atas memang HOAX, hanya saja Nabi melarang umatnya untuk meniup-niup makanan dan minuman panas. Kalau begitu memang tidak bagus meniup makanan ato minuman? Tetapi Nabi tidak melarang kita mengipasi makanan. Berarti yang tidak boleh itu meniup makanan dan minuman panas.
Memang kenapa, apakah nafasnya membuat makanan menjadi bau? Atau takut menambah penyakit? Wah kalau begitu sih tidak akan dilarang secara umum.
HOAX di atas sudah hampir benar, bedanya angin dari kipas angin dengan nafas manusia adalah komponen CO2 dan H20nya. Apa masalahnya dengan adanya 2 komponen ini?
Sebenernya yg bermasalah bukan pada airnya tapi pada komponen yg berada di air. Ingat kapur tohor? Waktu SD pernah ada percobaan kapur tohor dilarutkan dalam air lalu dicelupkan sedotan dalam air dan ditiup. Bagimana hasilnya? Iya betul sekali, airnya jadi keruh. Apa sebenarnya yang terjadi?
Kapur tohor (CaO) apabila ditiup oleh nafas manusia, bereaksi dengan CO2 dalam nafas, akan menjadi batu kapur (CaCO3). Masalahnya, batu kapur ini salah satu dari batu ginjal yang paling sering ditemui.
Kita tidak pernah tahu apakah air tersebut mengandung kapur tohor atau tidak, tapi minimal dengan menghindari meniup makanan dan minuman panas, kita mengurangi resiko terkena batu ginjal jenis kapur.
Mungkin selain itu masih ada penyebab lain, penjelasan ini dibatasi hanya untuk meluruskan HOAXnya, terutama di bagian reaksi kimia.
Wallahu Alam
***

Sabtu, 14 Agustus 2010

Mengapa Harus seorang Presiden?

Pemilu presiden telah didepan mata. Jika tidak ada aral melintang pesta demokrasi kedua di republik ini akan segera berlangsung pada awal bulan Juli nanti. KPU telah memberikan suatu signal positif untuk menyatakan bahwa pesta lima tahunan ini akan segera diselenggarakan. Berbagai macam persiapan telah dimulai, baik dari pusat sendiri maupun sampai ke pelosok desa. Dan diharapkan pesta ini akan mampu memberikan suatu kemeriahan dan suka cita masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya.

“Belajar dari sebuah pengalaman”, itulah prinsip kerja KPU saat ini. Dengan adanya angka golput yang cukup tinggi dan kesremawutan sistem DPT, menjadi sebuah modal dasar bagi KPU untuk memulai kinerja mereka pada session kedua ini. Mereka berharap besar bahwa apa yang telah terjadi pada pileg kemarin menjadi sebuah pengalaman untuk menggapai pemilihan umum yang lebih baik lagi.

Jika dilihat dari segi persiapannya, kali ini KPU benar-benar tak mau kecolongan lagi. Mulai dari perbaikan sistem pendaftaraan DPS, sosialisasi pada masyarakat luas, hingga pemilihan petugas tiap TPS. Dan semua persiapan ini diharapkan untuk menyukseskan program pemerintah lima tahunan ini.


Pemilu presiden yang akan berlangsung pada awal Juli nanti diharapkan akan memberikan suatu dampak luar biasa bagi perkembangan lima tahun mendatang. Seorang pemimpin akan terlahir dari proses demokraasi di negeri ini. Pemimpin yang diharapkan akan memberikan suatu perubahan positif bagi masyarakat. Membuka banyak lowongan pekerjaan, memperbaiki sistem kerja pemerintah, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Dan pada akhirnya akan memberikan manfaat positif bagi seluruh warga dan masyarakat Indonesia. Pemimpin ini akan terlahir dari seseorang yang biasa disebut presiden.

Berbagai macam partai saling berkoalisi untuk berebutan menjadi orang terpopuler di negara ini.Semuanya saling berkelompok dan bersatu untuk saling memberikan dukungan kepada seseorang menjadi capres dan cawapres. Jika menilik dari sudut pandang kepentingan, maka ini mencerminkan mulai tumbuh dan beragamnya asumsi sebuah partai politik tentang seseorang calon pemimpin bangsa.

Alhasil, muncullah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang siap bertanding untuk memperebutkan diri menjadi orang terpopuler di republik ini. Mereka siap mengajukan misi dan visi mereka untuk menarik masyarakat luas demi memperoleh jalan menuju istana kepresidenan. Berbagai macam pola pemikiran dan kreativitas briliant mulai disampaikan untuk memberikan yang terbaik di negeri ini.

Bak seorang selebritis, para capres dan cawapres ini mulai terkenal di negeri tercinta ini. Wajah mereka sering menghiasi layar kaca, plakat-plakat, iklan kampanye dsb. Slogan-slogan mereka muncul dan hadir hingga pelosok daerah. Mungkin inilah cara efektif mereka untuk memperkenalkan diri mereka pada kaum masyarakat awam.

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa seorang presiden bak mutiara yang tersimpan dalam indahnya kepingan kerang. Mereka mampu membawa layar perubahan bagi suatu bangsa untuk menuju suatu kondisi kehidupan. Walaupun dia tak bekerja seorang diri, namun sosok seorang presiden akan memberikan suatu angin besar, dengan harapan memberikan hal yang terbaik bagi bangsa ini.

Seorang presiden adalah sosok yang paling dihormati di negeri ini. Dia seharusnya adalah seseorang dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi, dan rasa tanggung jawab besar. Mampu mengendalikan seluruh segi kehidupan bangsa, baik dalam negeri maupun luar negeri. Bagaikan sebuah kapal layar, presiden adalah sesosok nahkoda yang memimpin kemana arah dan tujuan kapal tersebut berlayar. Dia harus mampu mengendalikan dirinya sendiri dan seluruh awak kapalnya untuk melakukan sebuah perjuangan panjang menerobos badai.

Namun jika kita lebih cermat lagi memperhatikan sistem demokrasi di negeri ini. Maka akan nampak suatu pola sikap yang justru condong pada perpecahan bangsa. Hal ini secara tidak sadar telah membentuk suatu klan-klan tertentu dalam sistem pemerintahan kita. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya 34 partai nasional dan 4 partai lokal yang bertanding pada pemilu legislatif sebelumnya. Jika kita lebih berpikir cermat lagi, maka banyaknya jumlah partai peserta pemilu ini mencerminkan masih adanya sikap individualisme dalam persatuan bangsa. Dan lama kelamaan akan menggerogoti rasa nasionalisme.

Beragam jenis partai yang bermunculan ini secara tidak kita sadari telah diboncengi dengan visi dan misi individualisme. Dan jika hal ini terus dibiarkan, maka tak dapat dipungkiri lagi maka perpecahan antar etnis individualis ini akan semakin terjadi.


Hal yang jelas telihat benar pada pemilu legislatif April lalu. Para calon wakil rakyat berlomba-lomba menjual diri mereka untuk mendapatkan kursi di Senayan. Ratusan bahkan ribuan orang bermimpi duduk dalam kursi dewan ini. Dan menjadi sebuah tragedi memilukan ketika hasil pemilu diumumkan. Ratusan calon gagal duduk dalam kursi ini. Bagi mereka yang telah berniat tulus ikhlas akan mampu menerima hasil ini dengan cukup wajar. Namun jika seorang calon wakil rakyat bohongan, maka akan terlihat benar wajah-wajah busuk mereka. Banyak diantara mereka yang menjadi stress, gila bahkan sampai bunuh diri karena kekayaan mereka telah terkuras untuk kampanye. Suatu hal yang sangat disayangkan terjadi di tengah-tengah perkembangan sistem demokrasi kita.

Dan, sebentar lagi sistem pemilu presiden siap diselenggarakan. Sebuah pencitraan diri dari pesta demokrasi ini akan menentukan siapakah calon yang cocok memimpin negeri ini. Akan terlihat suatu konsep yang luar biasa, dimana kita akan tahu calon yang benar-benar sesuai dan calon yang hanya mementingkan diri mereka sendiri.

Jika kita mampu berpikir lebih kreatif, maka kita akan tahu bahwa masing-masing dari diri kita adalah sosok yang siap bersaing memberikan suatu perubahan. Memberikan suatu perubahan mendasar menuju hal yang lebih baik dari sebelumnya. Tidak perlu suatu program yang muluk-muluk karena setidaknya masing-masing dari diri kita adalah sosok pembawa perubahan bagi diri kita sendiri.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah surat Al-quran (Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak berusaha merubah basibnya sendiri). Dari hal ini pun bisa kita ambil hikmah bahwa masing-masing dari diri kita adalah agen perubahan. Agen yang akan siap menghantarkan diri menuju gerbang kesuksesan. Lalu bagaimana dengan seorang presiden?

Presiden hanyalah koordinator kerja yang akan memimpin langkah kerja pemerintah. Dalam hal ini presiden adalah seseorang yang dipilih untuk memikirkan pola kerja pemerintah. Dia juga seorang manusia biasa yang harus berpikir keras untuk menghasilkan sebuah terobosan baru dalam mengatur kinerja timya. Bersama wakil presiden, menteri dan anggota dewan, seorang presiden haruslah mampu bekerja sama menghasilkan sebuah rancangan progran. Dan pada akhirnya semua hasil ini diharapkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat luas.

Dan menjadi suatu pembodohan masal jika pada pemilu presiden mendatang setiap pemilih membebankan perubahan ini hanya pada seorang presiden semata. Sebuah kesalahan persepsi jika kita masih menganggap bahwa presiden bak seorang malaikat pembawa rezeki. Memilih-milih para calon dengan mempertimbangkan faktor keberuntungannya jika dia terpilih menjadi sang pemimpin.

Seorang pemilih yang baik haruslah memikirkan matang-matang pilihan pemimpinya. Menimbang-nimbang pilihannya yang dirasakan menjadi sosok dapat dipercaya,mampu mengelola tim dengan baik, dan mempunyai pemikiran kreatif dalam memikirkan jalan kehidupan pemerintahan yang dikelolanya. Karena pada akhirnya, semua ini akan dikembalikan dan dirasakan oleh masyarakat luas.

Setiap diri kita adalah agen perubahan, setidaknya bagi diri kita masing-masing. Lalu, mengapa harus seorang presiden? Jika kita lebih bepikir kritis, maka masing-masing dari kita akan bisa memberikan suatu sumbangan perubahan baru. Misalkan setiap satu orang telah mampu membawa perubahan lebih baik, maka tak bisa dipungkiri lagi jika masa depan Indonesia akan menjadi lebih indah dan cemerlang.