Senin, 29 Agustus 2011

Ndak Perlu “like” Catatan ini… Sing Penting Allah Ridho…


Karena Ilmu yang paling susah adalah Ilmu Ikhlas..

Inspired by : aa.gymnastiar @ Masjid Istiqlal, Jakarta
29th Ramadhan 1432 H

Hidup memang bukanlah sebuah perjalanan yang mudah untuk dilalui…
Kadang cobaan dan masalahnya yang pelik membuat kita tak kuasa tuk bertahan…
Hingga seringkali kita lelah untuk sekedar belajar rasa SYUKUR…
Tapi di sinilah kita mulai mengenal arti KEIKHLASAN…

“Sing penting Allah ridho” (Yang penting Allah Ridha)

Mungkin sepenggal kalimat itu seringkali kita dengar ketika kita mengikuti kajian dan tausyiah dari ustad aa.gym. Sebuah kalimat sederhana yang seringkali terucap dari mulut beliau ketika kita mendengarkan baik melalui radio, televisi maupun secara langsung.
Namun, sepenggal kalimat sederhana itu nampaknya akan mempunyai makna yang lebih dari sekedar sebuah kalimat. Jika kita mau merengungkannya akan nampak begitu besar arti kesyukuran dan keikhlasan yang beliao ajarkan melalui kalimat ini.

Mas… Mbak…
Saksikan betapa besarnya karunia dan nikmat Allah yang telah Dia berikan kepada kita. Meskipun kadang terlalu banyak melekatnya kenikmatan itu. Sehingga terkadang kita lupa hanya tuk sekedar berucap syukur. Syukur dalam hati, lisan, dan perbuatan.
Bayangkan saja jika rambut dan kuku kita terasa sakit ketika di gunting. Mungkin akan banyak orang pensiun menjadi tukang cukur rambut. Karena bisa jadi terjadi pembatian tragis di tempat penjajaannya. Hingga akhirnya Allah menjadikan kuku dan rambut ini tak terasa sakit ketika kita menggunting dan merapikannya. (Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa)
Bayangkan saja jika mata ini tercipta tidak dalam satu arah di depan muka kita. Yang satu menghadap sisi kanan dan yang satu menghadap sisi kiri. Mungkin kita akan terasa bingung untuk menatap kea rah tertentu karena bisa jadi mata kita tidak akan kompak melihat dari satu sisi ke sisi lainnya. Subhanaallah… Sungguh sebuah karunia yang luar biasa megahnya…
Namun, terkadang hal – hal kecil seperti itu terkadang membuat kita mudah menyepelekan sedemikan itu. Hingga justru malah membuat diri kita seakan tak menghiraukan sebuah karunia dan kenikmatan luar biasa itu.
Bayangkan saja jika kita terlahir di dunia ini dalam keadaan tak bisa melihat. Mungkin hanya kegelapan yang kita terima. Tak bisa melihat dan menyaksikan keindahan dunia dan isinya. Sebuah karunia terindah bahwa sejauh ini kita masih bisa melihat dan bahkan hingga membaca ataupun menulis note ini.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S Ar Rahman: 77)

Mas… Mbak…
Dan sejauh ini langkah nafas kita teruraikan, terkadang keangkuhan dan hati kita sulit untuk menghadirkan keikhlasan dalam diri kita. Hingga terkadang kita lupa bahwa kenikmatan yang kita terima adalah sebuah karunia Allah yang luar biasa.
Terkadang justru kebaikan dan prestasi yang kita lakukan justu kadan membuat diri kita takabur dan riya’ dengan diri kita sendiri. Sebuah prestasi yang kadang membuat diri kita lupa bahwa semua prestasi yang kita dapatkan adalah karena Allah.
Seringkali mungkin ketika kita update status FB tausyiah ataupun membikin note, kita mungkin berharap akan banyak user yang meng”like” status kita. Hingga terkadang tumbuh suatu sifat membanggakan pribadhi kita sendiri.
Terkadang kita melakukan kebaikan ke orang lain. Bukan karena kita memang ingin membantu orang tersebut. Namun, karena kita ingin mendapatkan pujian dan banggaan. Hingga timbul rasa senang ketika orang lain memuji diri kita.
Biarlah orang lain menganggap apa tentang diri kita. Asalkan Allah menganggap kita pribadi yang luar biasa. Biarlah orang lain menganggap kita pribadhi yang sederhana. Asalkan Allah mengahdirkan kita dengan jiwa yang tangguh. Dan satu kata “sing penting Allah ridho”

Ya Allah Ya Rabbi…
Ajari aku cara mensyukuri nikmat-Mu…
Mungkin terlalu banyak kenikmatan dan karunia yang Kau berikan lupa tuk hamba syukuri…

Hingga akhirnya satu jawaban kutemukan…
Ajarkan hamba cara Ikhlas di hadapan-Mu…
Jauhkanlah hamba dari sifat riya’ dan sombong…
Aminn…

0 komentar:

Posting Komentar