Senin, 24 Januari 2011

Cinta Sang Pujangga

Cinta pergi…
Laksana ribuan jarum yang siap menghujam hatimu…
Cinta datang…
Bagaikan oase yang hadir pada sang musafir gurun…

Biarkan cinta terbang dan hinggap…
Seperti sang merpati yang mengais secerca rejeki…
Seakan hanya sebuah harap yang Allah hadirkan…
Tuk menemani langkah setiap insan menapaki jalan cinta-Nya…

Seakan sang anak panah kembali menemukan busurnya…
Laksana mata air berkelok melaju deras menuju hilirnya…
Sang cinta pun telah menemukan jalan takdirnya…
Dan Allah tlah menghadirkan cinta pada ketulusan jiwa manusia…

Sang cinta pun menemukan satu jalannya sendiri..
Tuk bersama menapaki jalan cinta Sang Ilahi…
Hingga senyum itu pun mengalir…
Karna cinta hadir dari satu anugerah…
atas rasa syukur dan ikhlas akan kehendak-Nya…


Dan…
Jika kau tanya siapa sosok yang Allah hadirkan…
Yang kutahu…
Allah kan hadirkan cinta yang tepat …
pada insan yang tepat…
Bagaikan sang cinta yang menemukan jalan takdirnya sendiri…

Senin, 17 Januari 2011

« From Tugu to Monas »

sebuah perjalanan menuju kemenangan


Hidup bagaikan sebuah perjalanan panjang…
Meniti sebuah titik menjadi sebuah garis panjang membentang…
Dan ketika kau goreskan penamu…
Kan kau gulirkan sebuah cerita dengan beragam warnanya…
Hingga menjadi sebuah kesatuan coretan yang indah…
Sampai tintanya pudar oleh sang waktu…



Perjalanan di dalam bus sore itu terasa sangat melelahkan. Bus Ramayana F1 jurusan Jogjakarta – Jogja itu mengantarkan tubuhku untuk siap beradu dengan keras dan penatnya kehidupan di ibu kota. Dan sore itu pun akan menghantarkan perjalanan yang cukup melelahkan dari sebuah penantian menuju mimpi yang kusajikan di dalam pikiran dan semangatku.
Hari ini bukan satu dari berbagai perjalanan pentingku. Namun, ini sebuah langkah awal untuk mencapai beribu mimpi yang siap kupersembahkan pada masa depanku. Dan ku lakukan untuk mencoba menghapus beribu cerita masa laluku dan siap menyapa dengan ribuan kisah lain.
Perjalanan di sore itu telah mengantarkan ribuan kisah penuh hikmah yang kadang membuatku terbelalak untuk menerima kenyataan yang telah kualami. Sejenak batinku merasa rapuh untuk siap melangkahkan semangat membaraku. Fisik dan tenagaku terasa sangat peluh untuk mau dan bersedia menerima tantangan masa depaku. Namun sesaat jua cahaya kecil yang mulai larut tak terang itu siap menghatarkan cahaya terangnya.
Kucoba untuk kembali menyala di tengah-tengah cahaya lain yang siap bersinar dengan terang. Menyisakan sebuah bara api yang terang dengan segala kelemahannya. Mungkin hatiku terasa kaku untuk siap bersaing dengan segala macam persoalan yang begitu pelik. Berbagai macam masalah yang masih melekat dan mungkin akan siap menghandang jalan terjalku.
Namun, kurasa Allah masih begitu baik pada hamba-Nya. Dia tak kan pernah membiarkan hamba-Nya terdiam menangis tanpa ada setitik asa yang menyertai setiap langkah. Dan begitulah yang kurasa pada perjalanan panjangku.






Seakan Allah masih memberikan semangat di sore itu untuk langkahku kembali menerjang awan, menembus badai, melewati setiap karang terjal di depan mata. Dia hadirkan kembali sebuah cinta yang siap menemani langkah semangatku. Dia hadirkan kembali satu cinta sebagai pelangkap ketidaksempurnaanku. Dia hadirkan kembali satu cinta untuk menyertaiku menapaki jalan terjal-Nya.
Walau ku tahu fisikku tak sekuat superhero, pikiranku tak secerdas professor, dan berbagai macam cinta yang mulai meninggalkanku dari setiap hingar binger yang ada. Namun, setidaknya aku punya Allah. Sosok yang siap menemaniku di setiap langkah yang kubutuhkan, Dan siap menghadirkan sebuah cinta dalam jalan keimananan-Nya.
            Dan pemandangan di sore itu telah menghantarkan langkahku untuk siap beradu dengan berbagai macam permasalahan yang ada menerjangku.



Yang kutahu…
Kapalku tak sekuat karang terjal…
Yang kutahu…
Kapalku tak semegah langit di angkasa…
Dan yang kutahu…
Kapalku tak sebesar ombak dilautan…
Namun..
Satu yang kupasti…
Aku punya Allah..
Kan kulabuhkan kapalku di pelabuhanku kemenanganku…
Tuk menemani satu cinta di atas jalan takdir-Nya..

Sabtu, 15 Januari 2011

Penantian Cinta dari Serambi Mekah

Rabu, 12 Januari 2011

Perhatikanlah air yang mengalir…
Terus mengalir sampai samudera yang luas…
Meski ada kerikil dan bebatuan terjal…
Ia kan berusaha melewati dari kanan dan kirinya…
Dan begitupun manusia…
Ketika beragam masalah datang mendekat…
Teruslah maju mendekat…
Teruslah maju menerjang…
Melewati setiap titik asa yang ada…
Hingga kan sampai di titik tujuan kita…
Titik kemenangan dalam cinta-Nya…

Minggu, 09 Januari 2011

Lomba Cerpen Islami





Syarat & Ketentuan Lomba

Persyaratan peserta:
1.    Peserta berkewarganegaraan Indonesia (WNI)
2.    Peserta beragama Islam dari berbagai macam suku dan latar belakang
3.    Peserta berusia 18 – 24 tahun per tanggal 1 Januari 2011
4.    Peserta tidak dikenakan biaya

Ketentuan Lomba:
1.    Lomba ini bertemakan : a. “Perjuangan di Jalan Allah b. “Islam Rahmat Seluruh Umat c.  “Mengikuti Jejak Rosul

2.    Peserta yang akan mengikuti lomba dapat memilih salah satu dari tema lomba
3.    Lomba ini diselenggarakan oleh Lazuardi Birru
4.    Peserta diperbolehkan membuat Cerpen dengan ketentuan:
a.    Cerpen yang dibuat merupakan karya sendiri, belum pernah dilombakan, ataupun dipublikasikan
b.    Cerpen yang dibuat tidak boleh menyinggung unsur Suku, Ras dan kepercayaan orang lain
c.    Cerpen dibuat dengan ketentuan:
-          Huruf                      :         Arial
-          Besaran Huruf          :         11
-          Jarak Spasi              :         1.5
-          Format                   :         Ms.Word
-          Total Kata               :         1.000 - 1.500 Kata
-          Besaran File             :         200 Kb (maksimal)
d.    Peserta diperbolehkan mengirim Cerpen lebih dari satu
e.    Cerpen yang dibuat harus disertai dengan penjelasan konsep atau ide dari cerpen tersebut (terlampir pada formulir pendaftaran)
5.    Cerpen harus masuk ke Lazuardi Birru paling lambat 28 Februari 2011.
6.    Pengumuman pemenang lomba akan diumumkan pada tanggal 10 Maret 2011.
7.    Peserta dapat mengikuti lomba ini dengan cara mengirimkan hasil karyanya dalam format Ms.Word melalui email Lazuardi Birru (kompetisi@lazuardibirru.org) dengan dilampiri oleh :
a. Formulir Pendaftaran
b. Scan Kartu Identitas,
c. Hasil Karya (Cerpen)
8.    Setiap peserta hanya diperbolehkan untuk mengirimkan Cerpen dengan besaran file maksimal 200 Kb. Lebih dari itu, Lazuardi Birru berhak untuk tidak menerima / mengikut sertakan.
9.    Untuk para peserta diwajibkan menjadi member di website www.lazuardibirru.org dan Fanspage Islam Didadaku (www.facebook.com/islamdidadaku)
10. Penilaian bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat
11. Peserta yang telah mengirimkan karyanya akan dikonfirmasi secara resmi oleh Lazuardi Birru dan dipublikasikan di web www.lazuardibirru.org.




Kriteria Penilaian :
1.     Orisinalitas karya
2.     Kesesuaian tema
3.     Kedalaman eksplorasi tema serta komunikatif dalam menyampaikan pesan
4.     Inovasi serta kreativitas penulisan cerita pendek
Hadiah yang diberikan :
1.    Juara 1 Rp. 5.000.000,-       (Lima Juta Rupiah)
2.    Juara 2 Rp. 4.000.000,-       (Empat Juta Rupiah)
3.    Juara 3 Rp. 3.000.000,-       (Tiga Juta Rupiah)
4.    Juara 4 Rp. 2.000.000,-       (Dua Juta Rupiah)
5.    Juara 5 Rp. 1.000.000,-       (Satu Juta Rupiah)

Ketentuan pengiriman:
1.    Pengiriman dilakukan setelah semua persyaratan keikutsertaan dipenuhi
2.    Karya diterima paling lambat 28 Februari 2011 pukul 23:59 WIB.
3.    Lewat dari tanggal pengiriman tersebut maka peserta dinyatakan tidak mengikuti lomba
4.    Peserta yang tidak melakukan registrasi untuk menjadi member Lazuardi Birru, baik di website maupun Fans page Islam Didadaku, dan tidak melampiri formulir pendaftaran, serta tidak menyertakan identitas diri yang masih berlaku maka dianggap batal keikutsertaan lombanya.

Lain-lain:
1.    Hasil karya yang dikirimkan oleh peserta menjadi hak milik panitia

2.    Peserta dapat melakukan konfirmasi, meminta informasi, dengan mengajukan pertanyaan ke kompetisi@lazuardibirru.org atau menghubungi sekretariat Lazuardi Birru di nomor (021)97168961.

3.    Setiap perubahan informasi atau apapun, akan diumumkan melalui website resmi  www.lazuardibirru.org atau fans page facebook Islam Di Dadaku.


keterangan lebih lanjut

Kamis, 06 Januari 2011

Dunia kembali meluluh lantahkan  penghuninya…
Ancaman merapi, banjir, gempa, tsunami, angin…
Semuanya tak hentinya mengalun dalam sendi kehidupan manusia…
Bagaikan sebuah petaka yang siap mengancam setiap jiwa…

Namun, terkadang manusia tak bisa mengambil hikmah dari cerita ini…
Setiap mata kan kembali terperanjat pada satu kata…
Akan kuasa dan maha besarnya Sang Ilahi…
Kita bukanlah sosok yang berarti…
Di bawah takdir kebesaran kuasa-Nya…

Rabu, 05 Januari 2011

Dan…
Ketika berbagai macam persoalan datang menghampiri…
Mungkin…
Allah sedang mengingatkan kita tuk kembali ke jalan cinta-Nya..
Karna…
Mungkin selama ini kita terlalu asyik dengan dunia kita…
Tapi…
Yakinlah, Selama masih ada setitik Iman di hati…
Cinta Sang Ilahi kan kita raih kembali…

Sabtu, 01 Januari 2011

Terompet-Terompet Kejujuran


Refleksi dan Harapan Untukmu Indonesia

BECAK tua yang mulai usang itu pun Zaenal tinggalkan di samping rumahnya. Ia bergegas memanggul barang dagangan penuh terompet di pundaknya. Ada berbagai macam warna dan ragam, merah, biru, kuning, hijau, besar, kecil, sedang, semuanya terpajang indah dalam satu kesatuan warna.

Segera ia ambil sandal jepit lusuh berwarna putih kecoklatan itu dari kolong meja. Ia letakkan di depan pintu, bak siap mengantarkan langkah menjajakan barang dagangannya.

Sore itu, Zaenal siap menjajakan terompet-terompet tahun baru di sekitar alun-alun kota. Berharap mendapatkan sekoin rejeki untuk member nafkah istri dan tiga anaknya. Bukan ia saja yang mencari peruntungan di alun-alun kota. Puluhan pedangan keliling lainnya bersiap mengais sesuap nasi dari kemeriahan tahun baru.

Setiap harinya Zaenal memang tak bekerja menjajakan terompet indahnya. Hampir dua puluh tahun sudah ia mengayuh becak untuk menyambung nyawa keluarga. Dan momen tahun baru inilah saat ia beralih profesi sebagai penjual terompet. Ia relakan malam birunya untuk menjual terompet dan kacang kulit. Sengaja ia sisakan waktu istirahat untuk membuat dan mengolah kertas warna menjadi berbagai macam bentuk terompet. Ada yang berbentuk naga, seruling, alat musik tiup, dan lain-lain. Semuanya ia jajakan sesuai daya kreativitas dan imajinasinya.



Ia tak sendirian. Aryo, anak sulungnya selalu menemaninya membuat terompet-terompet indah itu. Sementara kedua anak lain masih tampak kecil untuk mau ikut menjajakan jerih payah keringatnya. Seakan tak mau kalah, sang istri pun mencoba tegar untuk mau belajar menjajakan kacang godhog. Keluarga ini memang bukan keluarga miskin biasa. Walaupun mereka hidup serba tak berkecukupan, tetapi tak ada secuil pun niat mereka untuk menjadi peminta-minta. Mereka lebih suka untuk memeras keringatnya demi menyambung hidup dan nafasnya.
***

Suasana di alun-alun tampak begitu ramai. Malam tahun baru ini memang memberikan suasana kota menjadi lebih berbeda. Lampu warna-warni terhias di sepanjang sudut taman dengan berbalut dengan keindahan air mancur yang seakan terlihat menari indah.

Dan Zaenal tampak asyik menikmati suasana sore itu bergerombol dengan para pedagang kaki lima lainnya. Ia tampak berjejal berbagi rejeki di antara para pedangan makanan dan koran. Matanya tampak sibuk melihat satu per satu keindahan yang tersaji di alun-alun itu.

“Ahhh… sepi, Nal. Roti daganganku belum laku,” keluh Mahmud kepada Zaenal.

“Sabar… Kang. Nanti malam mungkin puncaknya.”

“Sabar gimana? Sudah setengah hari aku di sini. Ga satu pun yang kudapatkan.”

Zaenal hanya tersenyum melihat celoteh temannya itu. Ia amati raut muka kesal yang tergambar lekat di muka sang penjual roti ini. Tercampur dengan keringat yang menetes melewati sela-sela kerut dahinya.

“Beeh… Bener itu, Nal,” lanjut Mahmud memelas.

“Iyo… Nal, Kalo bukan karena anak istri awak. Ga bakalan awak pulang sesore ini,” tambah Nurdin.

“Eh… Kau, Din. Belum pulang jam segini?” tanya Zaenal.

“Belum… Nal. Awak masih mau ngejar setoran. Kurang banyak iki.”

“Santai jugalah, Din. Ga perlu kau ngotot dan ngeyel,” sahut Zaenal menambahkan.



Nurdin mulai diam tak membalas. Ia ambil handuk dari sela-sela koran dagangannya. Ia usap keringat yang mulai mengucur deras di dahi dan pipinya. Ia seka dengan sangat pelan hingga seluruh mukanya. Ia hela nafasnya yang mulai terasa susah karena rasa capek dan lelah.

“Hmmm… kita ini orang susah. Kenapa Allah masih menambah kita jadi tambah susah,” lanjut Nurdin menambahkan.

“Hush… Ngomong apa kau, Din… Istighfar… nyebut… nyebut…,” seru Mahmud cepat.

“Lha memang awak rasa gitu kok. Harusnya tuh orang-orang yang di atas yang suka korupsi itu yang hidup susah. Bukannya orang kere macam kita,” tambah Nurdin ga mau kalah.

“Santai… santai Din. Kau tak tahu kan. Orang-orang yang suka korupsi itu juga susah. Mereka susah lari dari dosa-dosa mereka,” sahut Zaenal melerai.

Jawaban Zaenal membuat Nurdin dan Mahmud tertawa mendengarnya. Mereka tampak asyik dengan sendau gurau masing-masing.

Zaenal kembali asyik memandangi jalan di alun-alun yang mulai ramai terkondisikan oleh suasana menjelang Maghrib. Banyak muda-mudi yang mendatangi daerah di sekitar taman kota itu. 

“Tengoklah itu, Kang. Bukannya ke masjid, malah datang ke alun-alun macam ni. Mau jadi apa mereka anak muda jaman sekarang?” seru Nurdin.

“Sudahlah… Mungkin ini akan jadi rejeki kita juga, Din,” sambut Mahmud bersemangat.
***

Seorang gadis muda nampak datang ke arah tempat Zaenal dan lainnya berjualan. Dandanannya modis. Kakinya berbalut celana jeans trendy, ditambah dengan tas kecil yang ditenteng di tangan kanannya. Gadis itu tampak seperti gadis modern yang tak lupa selalu mengikuti tren busana masa kini.

Gadis itu mulai berjalan ke arah tempat Nurdin berjualan koran dan majalah. Segera matanya hilir mudik mengamati satu per satu majalah anak muda yang ada. Melirik dari satu baris ke baris yang lain. Namun, tak satu pun maksud yang ia inginkan.

“Bang, majalah fashion nggak ada ya?” tanya gadis muda itu.

Mata Nurdin segera mencari dari satu sudut ke sudut lainnya. Meneliti tiap deret mencari majalah fashion yang diinginkan oleh sang gadis muda itu. Dan seketika matanya terbelalak ketika mendapatkan majalah yang di maksud.

“Ini, Neng, majalahnya,” sambut Nurdin sambil menyodorkan majalah yang dimaksud.

Majalah itu segera disambut dengan tangan kanan sang gadis. Ia mengambil dan membuka-buka halaman demi halaman. Seakan meneliti tiap lembar yang ada. Mencari-cari jika ada sesuatu yang ia anggap cacat.

“Nggak ada yang lain, Bang?” tanya sang gadis sewot.

“Ini yang paling baru, Neng. Baru seminggu lalu datangnya. Cuma Rp15 ribu kok,” jawab Nurdin kalem.

Si gadis hanya terdiam tak membalas perkataan Nurdin. Seakan wajah cantiknya tertutup oleh muka sewot dan judesnya. Terasa nampak kontras dengan warna kaos merah yang ia kenakan. Dan seketika ia merogoh tas yang ia tenteng. Seakan ingin mengambil sesuatu yang ada di dalamnya. Ia mengambil satu dompet besar yang terlihat tebal. Tampak isinya yang lumayan menggiurkan. Masih ditambah dengan kartu kredit berjejer dangan kartu lainnya. Mahmud dan Zaenal hanya bisa menelan ludahnya melihat pandangan uang di dompet sang gadis.



Tangan sang gadis yang putih segera merogoh kantong dompetnya dan mengambil selembar uang Rp20 ribu. Gelang emas bergelantungan menghiasai pergelangan tangannya membuat suara gemerincing yang terdengar nyaring.

“Ya sudahlah. Ini uangnya,” sahut sang gadis dengan nada kerasnya.

Gadis itu kembali memasukkan dompet ke dalam tas modisnya. Namun, tanpa sadar, dompet itu jatuh ke tanah di samping kakinya. Zaenal yang melihat peristiwa itu seakan menjadi diam tak berkutik. Muncul suatu kontradiksi dalam pikirannya antara memberitahukan ke gadis itu atau memilih untuk diam saja. 

Sang gadis belum juga menyadari akan keteledorannya. Ia masih terlihat sewot. Seketika setelah mendapati uang kembalian dari Nurdin ia bergegas meninggalkan tempat itu, menuju taman kota.
***

“Kenapa kau kembalikan dompet gadis itu?” tanya Nurdin.

“Iya, Nal. Kan lumayan bisa buat nambah setoran kita. Lagian gadis itu kan nggak tau kalo dompetnya jatuh,” tambah Mahmud.

“Sudahlah. Memang itu bukan hak kita.”

“Ah… Kau Nal,” keluh Nurdin.

“Sudah…sudah… Apa bedanya kita sama koruptor itu? Kalo kita cuma bisa ngomongin mereka tapi kelakuan kita tak jauh sama buruknya dengan mereka. Indonesia perlu orang-orang jujur seperti kita,” sahut Zaenal menjelaskan.

“Bener juga kau, Nal. Lagian awak juga tak mau dikejar-kejar dosa macam koruptor itu. Ngeriii…” sambut Nurdin.

Zaenal dan Mahmud dibuat tertawa dengan kelakar Nurdin. Mereka pun akhirnya berberes sejenak meninggalkan hiruk pikuk dunia menuju tempat adzan berkumandang.
***

Inilah sepenggal kisah kerinduan Indonesia akan orang-orang jujur seperti Zaenal. Orang-orang yang berani berbuat jujur walaupun terjepit kondisi dan keadaan sekalipun. Indonesia butuh terompet-terompet kejujuran yang berani menyuarakan kebenarannya.

Mari kita refleksikan momentum tahun baru ini sebagai langkah awal untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Setidaknya untuk mewujudkan sosok yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih bermartabat.