Jumat, 11 Maret 2011

«Rindu Seruan Syuro'» versi akhwat


Brotherhood of  Muslim
dedicated to spirits of  KMT’ers


Meskipun
Kau cerca aku dengan jutaan fitnah mediamu
Tapi aku tak kan gentar untuk melangkah maju
Walaupun…
Kau koyak tubuhku dengan ribuan selongsong peluru
Tapi aku tak kan lari memalingkan semangatku
Biarlah…
Kau hempas badan ini dengan ratusan cambukan
Tapi aku tak kan ragu tuk menyuarakan kebenaran

Karna…
Ingin kubuktikan pada dunia, bahwa…
Islam itu cinta damai
Islam itu berprestasi
Islam itu satu
Dan dengan lantang akan kuteriakkan…
“I’m a Muslim and I’m not a terrorist”


            Aruni hanya bisa diam termenung di kamar tidurnya. Ia pandangi layar laptopnya dengan penuh seksama. Sementara jari-jari telunjuknya asyik menggulirkan mouse optic yang menyala berkelap-kelip begitu indah. Kipas angin yang bergulir berhembus terasa sangat sejuk menghadirkan kesegarannya tersendiri. Sementara detik jam dinding bak musik penghibur di gundahnya hati Aruni siang itu.
Ia pandangi satu per satu foto yang ia ambil dari kamera digitalnya. Terasa indah menghadirkan satu senyum kecil dibibirnya. Ia kembali gulirkan satu persatu foto kenangan itu seiring dengan detak jarum jam yang bergulir teratur.
Di atas foto itu terpasang sebuah nama besar yang sama yaitu Keluarga Muslim Teknik. Terpampang teratur dari setiap satu per satu foto yang ia pelototi. Foto itu adalah kenangan-kenangan yang ia abadikan dari kamera digitalnya. Kenangan ketika ia dan teman-teman lainnya sibuk dalam kegiatan organisasi islami ini.
“Hmmm… Kapan aku bisa kembali bersama dengan mereka?”, tanya Aruni dalam hati.
Dan tiba – tiba air mata menetes dari kelopak matanya. Menyentuh kedua belah lekuk lesung pipinya yang indah. Dan jatuh mengalir melewati selaput kulitnya dan berguguran membasahi jilbab cokelatnya.
***
Hati Aruni tak secerah mentari di sore itu, bersinar terik menghiasi langit kota Jogjakarta yang begitu mempesona. Mengalunkan keserasian dan keindahannya tersendiri. Menyelaputi hati dan jiwa Aruni yang semakin terasa agak bimbang.
Semua berawal dari peristiwa di siang itu. Siang panas yang telah sedikit melukai hati dan jiwanya. Terasa agak menyakitkan bagi seorang mahasiswi Teknik Sipil itu. Dan kini peristiwa itu masih membekas dalam diri Aruni.
“Memang dalam hali ini aku yang salah. Tapi kenapa mereka sampai sebegitunya terhadapku.”, batin Aruni dalam hati.
Ia mencoba mengambil handphone berwarna birunya. Ia raba-raba seluruh permukaan kasur untuk menemukan benda yang ia maksud itu. Dan seketika ia temukan, ia genggam dengan kencang dengan tangan kanannya. Dengan cepat ia ketikkan huruf demi huruf menjadi rangkaian kalimat yang muncul di layar handphone-nya.
Asalamu’alaikum wr wb… Nay, nanti sore ada syuro’ lagi jam berapa?
Terasa singkat tanpa ada embel-embel kalimat penghias lainnya. Tak seperti biasanya ia selalu riang mengetikkan tulisan kalimat pesan singkat itu. Namun, kali ini ada sesuatu yang merasa janggal menggerayangi pikirannya. Ia merasa canggung untuk menyebutkan kembali kata syuro’.
Sepuluh menit kemudian, pesan singkat yang ia kirim tak juga didapati balasannya. Aruni masih saja berharap cemas memandangi layar handphone-nya. Namun, tak ada satupun yang berbeda dari tampilannya.
Hati Aruni kembali merasa cemas tak menentu. Perasasan bingung, bimbang, dan bersalah kembali menggerayangi pikiranya. Gadis berjibab ini kembali menundukkan pandangannya ke layar laptop melihat satu per satu foto kegiatan yang ia abadikan.
“Hmmm… Ada apa dengan sahabatku ini? Kenapa ia tak juga membalas SMS-ku?”, batin Aruni dalam hati.
Pikiran Aruni sesaat kembali melayang di Senin sore ketika semua kejanggalan dan rasa bersalahnya mulai datang.
***
Di Siang sore itu, seperti biasa anak – anak pengurus harian KMT melakukan agenda syuro’ rutinnya. Mempersiapkan segala sesuatu yang ingin mereka lakukan dalam organisasi kampus lingkungan teknik ini.
Langkah kecil Aruni coba ia luncurkan dengan cepat. Ia gegaskan diri menaiki tangga ke lantai dua di kampus Teknik Mesin. Ia pandangi jam tangannya seketika yang mulai menunjukkan pukul 17.30.
“Aduh… udah telat ini…”, batinnya dalam hati.”
Mataya melototi satu per satu ruangan untuk mencari R M-1 yang ia tuju. Namun, sesaat matanya seperti terkaburkan untuk susah mendapati apa yang ia inginkan. Seakan ia tak menemukan satupun tulisan yang ia harapkan terpampang di atas pintu.
Dan akhirnya sepuluh menit kemudia baru ia dapati tulisan yang ia harapkan. Ruang M-1  terletak di paling ujung di pojok timur. Seketika itu ia gegaskan langkahnya menuju ruang yang ia tuju. Lari kecilnya menimbulkan suara sedikit agak bising di lantai dua ini. Suasana sepi yang ada membuat langkahnya terasa semakin jelas terdengar.
Ia beranikan membuka pintu ruangan, ia intipkan selayang mata kecilnya untuk melihat situasi yang ada di dalamnya. Terlihat meja kotak panjang yang dilingkari oleh beberapa pengedhe KMT lainnya. Tampak juga Mas Agil, mas’ul KMT sedang menyuarakan gagasannya ke forum.
“Assalamu’alaikum wr wb…”, seru Aruni pelan.
Semua mata tampak terhipnotis menuju ke arah Aruni. Seakan mereka secara kompak mengarahkan pandangannya. Hal ini membuat denyut jantung Aruni seketika bertambah kencang. Seakan ia telah berhadapan dengan makluk paling menyeramkan yang pernah ia temui.
“Wa’alaikumsalam…”, jawab mas Agil singkat.
Kata – kata yang keluar dari mas’ul KMT itu terasa sangat menggelegar di benak Aruni. Sesaat ada petir yang menghempas ke dalam pikirannya. Menjatuhkan satu kepercayaan diri yang telah ia bangun untuk berani datang telat di syuro’ pengurus harian ini.
Aruni mencoba memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruang. Ia kumpulkan kembali keberaniannya untuk berhadapan dengan muka forum. Ia keluarkan kata-kata yang tampak susah keluar dari pita suaranya.
“Hmmm… Afwan saya datang terlambat. Tadi habis kuliah ketiduran di perpus. Maaf ya?”, kata Aruni mengawali pembicaraan.
Beberapa anak KMT lainnya mencoba menahan rasa tertawanya. Ia menutupi mulut dan melayangkan senyum kecilnya.
Antum tahu ini sudah jam berapa? Semua teman – teman nungguin antum.”, tanya mas Agil tegas.

“Iya… Mas. Saya minta maaf. Afwan…”, jawab Aruni.
Ane paling nggak suka kalo ada seseorang yang tidak menepati janjinya. Ane nggak nyalahin antumkenapa datang terlambat. Tapi jika ukhti sudah berjanji. Mbok ya usahain untuk menepatinya. Lagipula kan ukhti disini kan jadi koordinator acara.”
Aruni tak menyatakan secuil kalimat pun. Hatinya merasa bersalah dengan penjelasan yang telah di lontarkan mas’ul KMT itu. Ia hanya terdiam dan mencoba bergabung dengan akhwat yang lainnya untuk melanjutkan syuro’ yang tinggal bersisa sepuluh menit lagi ini
Setelah peristiwa itu, ia merasa teman – teman pengurus KMT merasa menjauhi dirinya. Ketika Aruni bertemu dengan teman lainnya di KPFT pun seakan mereka tak menyapa duluan. Justru Aruni lah yang mencoba menyempatkan diri menyapa terlebih dahulu. Teman – temannya itu serasa menjauhi diri Aruni. Dan ia merasanhal ini adalah sebuah tamparan besar akan arti persahabatan yang telah lama ia coba untuk membangunnya.
***
Peristiwa itu membuat hati Aruni sedikit terasa hancur. Seakan ia telah mendapatkan tuangan air panas di hatinya yang dingin. Ia telah menerima sebuah tanggung jawab dari kelalaian dan kealpaannya. Tapi sejenak batinnya mencoba bergejolak. Ia sesaat merasa tak mau disalahkan. Hatinya mengatakan tidak akan kesalahan yang telah ia lakukan.
“Kenapa mereka berbuat seperti itu kepadaku? Apakah sebegitu salahnya aku atas kelalaianku. Apakah mereka tak mau memaafkan kelalaianku. Padahal dalam Islam kan kita harus saling memaafkan.”, pikir Aruni sesaat kemudian.
Tiba – tiba air mata kembali membasahi pipinya yang putih. Mengalir menggelembung di kelopak matanya, dan membeludak jatuh menuruni pipinya. Bercucuran hingga menetes di kasur tempatnya rebahan.
Ia coba kembali melihat layar handphonenya, masih tetap sama tak menunjukkan ada pesan singkat yang masuk. Pesan singkat balasan dari Nia, sahabat yang mungkin selama ini paling dekat dengannya. Namun, ia tak juga mendapatkan satu balasan dari pesan yang ia kirimkan itu.
Ia seka air mata yang bercucuran dengan sapu tangan kecilnya. Ia mencoba untuk tetap tegar menghadapi cobaan persahabatan ini.
“Hmm… Aku tak boleh begini. Mungkin aku harus minta maaf lagi kepada semuanya. Hatiku boleh saja menangis tetapi bibirku harus tetap tersenyum.”, batinnya sembari bergegas dari tempat tidurnya.
***
Aruni… Aruni…
Aruni… Aruni…
Suara itu kembali terdengar beberapa kali dari luar kamarnya. Seakan ibunya telah memaggil dirinya untuk segera bergegas keluar kamar.
“Itu Nduk, ada tamu dateng. Mungkin temen kamu.”, seru sang ibu.
“Siapa, Bu”
“Coba kau tengok wae. Sana buruan.”
Tanpa pikir panjang, segera Aruni langkahkan kakinya menuju ke pintu masuk. Ia lihat  dari jendela banyak kendaraan yang tampak parker di halaman depan rumahnya. Ia tengok selintas dan yang mampak adalah temen – temen yang memakai jaket biru tua. Di belakang mereka tertuliskan “KMT UGM”.
Dag… dig… dug…
Debar jantung Aruni terasa semakin berdetak kencang. Ia merasa ada hal aneh yang ia jumpai di depan rumahnya itu.
“Kenapa temen – temen padha dateng ke rumahku.”, batin Aruni.
Ia coba beranikan diri untuk membuka pelan ganggang pintunya. Dengan halus dan lembutnya seketika menambah rasa penasarannya. Detak jantungnya sesaat semakin bertambah kencang.
Sedikit demi sedikit pintu itu terbuka dan menampakkan seseorang di balik pintu yang menghalangi tersebut. Dan satu wajah yang pertama ia temui adalah wajah Nia. Nia hadirkan senyum manis terhangatnya untuk berani ia layangkan kepada Aruni.
Dan tiba-tiba…
Surprisee… Met Milad Aruni…
Suara itu menggelegar kompak muncul dari temen – temen KMT. Terdengar indah membahana di depan halaman rumahnya. Senampan nasi tumpeng kuning telah mereka persiapkan untuk Aruni. Seakan seperti mereka telah mengatur semua peristiwa ini untuk membeikan sebuah kado spesial untuk Aruni di hari spesialnya.
Kejutan ini telah membuyarkan air mata kebahagiaan Aruni. Ia kembali meneteskan air mata keharuan. Seketika telah menghapus rasa sedihnya dengan rasa senang yang tak membuncah. Ia telah mendapatkan sebuah jawaban dari peristiwa aneh yang telah ia terima sebelumnya.
“Maafin kita Aruni… Kita telah merancang semua ini untuk memberikan kejutan indah di hari spesialmu ini…”, seru Nia kegirangan.
Jawaban ini semakin menambah rasa senang dan kagum Aruni kepada sahabat – sahabatnya ini. Mereka saling berbahagia, tak terkecuali Mas Agil, mas’ul KMT juga turut hadir di kegembiraan sore hari itu.
Kegembiraan yang telah menghapus kesedihan Aruni. Sebuah jawaban akan kejanggalan yang sebelumnya menghantui pikiran dan denyut nadinya. Dan semuanya telah terbayarkan oleh sebuah kata PERSAHABATAN.

0 komentar:

Posting Komentar