Sabtu, 07 Januari 2012

Emang ada yang lebih kejam dari IBUKOTA?

Kenapa harus Jakarta gitchu loch

Terinspirasi oleh :  hujan, banjir, macet, ruwet
Jakarta, 07 januari 2012



Suara klakson membahana keras memekikikan telinga…
Membuat orang yang berlalu lalang menutup kupingya…
Lalu lalang para pekrja yang melintasi jalanan padatnya…
Kenapa harus Jakarta gitchuu loch??

Sampah menumpuk hingga puluhan meter…
Hingga banjir dan bau busuk jadi pemandangan harian…
Menempati sela – sela bangunan megah yang menjulang tinggi…
Kenapa harus Jakarta gitchu loch??

Para pengemis dan anak jalanan yang berkeliaran…
Mencari sesuap nasi dari kehidupannya yang tak tentu…
Menjadikan selasar toko dan lorong jembatan bak tempat tinggalnya…
Kenapa harus Jakarta gitchu loch??

Emang ada yang lebih kejam dari Jakarta?
Mulai dari para pejabat yang menghamburkan duit dengan mudahnya…
Sementara di satu sisi…
Para pemulung mencari sampah tuk membeli beras sisa ceceran…

Emang ada yang lebih kejam dari Jakarta?
Mulai dari gedung – gedung megah yang mententeng menjulang langit…
Sementara di satu sisi…
Gubuk – gubuk kardus mentereng di pinggiran sungai…

Emang ada yang lebih kejam dari Jakarta?
Mulai dari para pejabat yang berebut kursi kekuasaan…
Sementara di satu sisi…
Masyarakat miskin berebut beras bantuan…

Kalau ditanya bagaimana mengurangi banjir di Jakarta?
Jawabanya cuma kesadaran manusianya…
Agar warga mulai mengerti lingkungannya…
Sampah terbentang… Air menggenang…

Kalau ditanya bagaimana mengurangi kemacetan di Jakarta?
Jawabannya cuma kesadarang warganya…
Agar mau menjalani lalu lintas dengan taat…
Kesadaran 0 %... Kemacetan 100 %...

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)
(QS. ArRuum :41-46)

0 komentar:

Posting Komentar